Menara Siger adalah menara yang juga menjadi titik nol Sumatra di
selatan. Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. dalam peresmian Menara Siger,
30 April 2008, menyatakan optimistis Menara Siger akan mendorong
kemajuan Lampung. Peresmian ini ditandai dengan penekanan sirine,
penandatanganan prasasti, serta penglepasan merpati bersama puluhan duta
besar. Dengan iringan lagu Mars Lampung oleh Korps Musik (Korsik)
Pemprov Lampung, Ny. Truly Sjachroedin menggunting rangkaian melati di
pintu masuk bangunan menara enam lantai tersebut. Gubernur memasuki
menara bersama duta besar Kroatia, Sri Lanka, Jepang, Palestina,
Afghanistan, Singapura, Filipina, keluarga Sultan Banten dan Sultan
Kanoman Cirebon. Peresmian ini juga diwarnai pembukaan stan seluruh
kabupaten/kota.
Gubernur yakin Menara Siger akan mendongkrak pendapatan asli daerah
(PAD) hingga 15%. Angka itu berdasarkan perkiraan jumlah kendaraan 3.500
unit per hari dan 15 juta orang per tahun yang melintasi Pelabuhan
Bakauheni. Dengan asumsi 15 persen saja singgah ke Menara Siger, maka
setiap tahun akan menghasilkan pendapatan Rp12,5 miliar.
Pendirian Menara Siger mengawali pembangunan Jembatan Selat Sunda
(JSS) —penghubung Bakauheni—Merak. Menara Siger terbangun di atas bukit
sebelah barat Pelabuhan Bakauheni. Bangunan tersebut dilengkapi dengan
sarana informasi mengenai peta wisata seluruh kabupaten/kota se-Lampung.
Menurut Sjachroedin, Menara Siger bukan monumen masa lalu, tetapi
bangunan masa depan yang akan jadi fenomena masyarakat Lampung.
Posisi strategis Pelabuhan Bakauheni sebagai pintu gerbang Sumatera
diibaratkan sebagai mulut naga yang memuntahkan kurang lebih 80 ribu ton
hasil-hasil pertanian per hari. Dengan penggunaan teknik ferrocement,
Menara Siger dijamin mampu menahan terpaan angin kencang. Bangunan ini
merupakan karya arsitek asli Lampung, Ir. Hi. Anshori Djausal M.T.
Teknik ferrocement merupakan pengembangan tim arsitek Menara Siger,
dengan menggunakan jaring kawat menyerupai jaring laba-laba. Pengerjaan
lambang siger dan beberapa ornamen tidak menggunakan cor-coran, namun
bagian per bagian dengan tangan. Dengan metode ini, setiap inci bangunan
tahan guncangan dan terpaan angin laut.
Menara Siger kebanggaan masyarakat Lampung tersebut berada di atas
bukit dengan ketinggian 110 meter di atas permukaan laut. Pembangunan
menara sejak tahun 2005 menghabiskan biaya Rp15 miliar. Menara Siger
adalah simbol Lampung. Ia bukan hanya menjadi ikon pariwisata, tetapi
dapat menjadi ikon dalam segala hal: keagamaan, seni dan budaya,
pendidikan.
Anshori Djausal sebagai perancang mengungkapkan Menara Siger dapat
memancing pengembangan kawasan pintu gerbang Pulau Sumatera. Pasca
peresmian akan masuk investasi Rp100 miliar hingga Rp200 miliar. Dosen
Fakultas Teknik Universitas Lampung ini menambahkan, dalam setahun
sekitar 15 juta – 20 juta orang melintas di Pelabuhan Bakauheni. Hal
tersebut merupakan sebuah potensi bagi promosi kepariwisataan dan
potensi ekonomi.
Menata Siger adalah paduan antara land mark dan pariwisata. Bagi
Anshori, Menara Siger ibarat gadis cantik yang akan memancing setiap
orang untuk melamarnya. Maksudnya, Menara Siger akan menumbuhkan daya
tarik dan magnet bagi setiap orang, termasuk daya tarik investasi.
Secara fisik, Menara Siger dibangun dengan memperhatikan ciri khas
Lampung. Di sekitar tugu dibangun ruang-ruang yang menampilkan budaya
Lampung serta sarana-prasarana pariwisata. Sebagai tugu di ujung Pulau
Sumatera, Menara Siger dilengkapi dengan tulisan penanda Titik Nol Pulau
Sumatera. Menara Siger dengan warna emas itu dilengkapi ruangan tempat
wisatawan melihat Pelabuhan Bakauheni serta keindahan panorama laut dan
alam sekitarnya.
Siger adalah topi adat pengantin wanita Lampung. Menara Siger berupa
bangunan berbentuk mahkota terdiri dari sembilan rangkaian yang
melambangkan sembilan macam bahasa di Lampung. Menara Siger berwarna
kuning dan merah, mewakili warna emas dari topi adat pengantin wanita.
Bangunan ini juga berhiaskan ukiran corak kain tapis khas Lampung.
Bagunan akan berisi data asta gatra, yaitu trigatra mencakup letak
geografis, demografis dan kekayaan sumber daya alam (SDA). Berikutnya
panca gatra, yaitu berisi ideologi dan hankam. Dengan demikian para
turis tidak perlu banyak bertanya.
Payung tiga warna (putih-kuning-merah) menandai puncak menara. Payung
ini sebagai simbol tatanan sosial. Dalam bangunan utama Menara Siger
Prasasti Kayu Are sebagai simbol pohon kehidupan. Menara Siger tidak
hanya berbentuk sebuah fisik bagunan, tetapi mencerminkan budaya
masyarakat dan identitas masyarakat Lampung sesuai dengan filosofi
berpikir dan bertindak sesuai visi dan misi mewujudkan Lampung yang
unggul dan bardaya saing.
Menara Siger sebagai ikon kebanggaan masyarakat Lampung memang tidak
bias di angap enteng, hal ini di sebabkan hingga saat ini Provinsi yang
menjadi pintu gerbang Pulau Sumatra dan jawa ini baru memiliki ikon
kebanggaan yang berskala nasional.
Sebagai masyarakat Lampung, tentu saja keberadaan menara Siger
menjadi sangat layak dan mutlak di banggakan, menara Siger sangat
berpotensi menjadi asset wisata kelas satu di wilayah lampung untuk
menuju Visit Wilayah Lampung kedepan, kebudayaan lampung dan agar di
kenal oleh tamu tamu dari manca Negara.